Senin, 21 Juli 2008

Nice Story

Pada hari pernikahanku, aku membopong istriku. Mobil Pengantin berhenti di depan flat kami yang cuma
berkamar satu. Sahabat2ku menyuruhku untuk membopongnya begitu keluar dari mobil. Ia jadi kubopong ia memasuki rumah kami. Ia kelihatan malu-malu.
Aku adalah seorang pengantin pria yang sangat bahagia. Ini adalah kejadian 15 tahun yang lalu.

Hari2 selanjutnya berlalu demikian simpel seperti secangkir air bening. Kami hanya mempunyai seorang anak, saya terjun ke dunia usaha dan berusaha untuk menghasilkan banyak uang. Begitu kemakmuran meningkat, jalinan kasih diantarakami pun semakin surut. Ia adalah pegawai sipil. Setiap pagi kami berangkat kerja bersama-sama dan sampai di rumah juga pada waktu yang bersamaan. Anak kami sedang belajar di luar negeri. Perkawinan kami kelihatan bahagia. Tapi ketenangan hidup berubah dipengaruhi oleh perubahan yang tidak kusangka-sangka. Sarah hadir dalam kehidupanku.

Waktu itu adalah hari cerah, aku berdiri di balkon dengan Sarah yang sedang merangkulku. Hatiku sekali lagi terbenam dalam aliran cintanya.
Ini adalah apartement yang kubelikan untuknya. Sarah berkata: "Kamu adalah jenis pria terbaik yang menarik para gadis." Kata2nya tiba2 mengingatkanku pada istriku, ketika kami baru menikah, istriku pernah berkata, "Pria sepertimu,begitu sukses,akan menjadi sangat menarik bagi para gadis." berpikir tentang itu, aku menjadi ragu2, aku tahu kalau aku telah menghianati istriku. Tapi aku tidak sanggup menghentikannya. Aku melepas tangan Sarah dan berkata, "kamu harus pergi membeli beberapa perabot, OK? Aku ada sedikit urusan di kantor." Kelihatan ia jadi tidak senang karena aku telah berjanji menemaninya.

Pada saat tersebut, ide perceraian menjadi semakin Jelas dipikiranku walaupun kelihatan tidak mungkin. Bagaimanapun, aku merasa sangat sulit untuk membicarakan hal ini pada istriku. Walau bagaimanapun ku jelaskan, ia pasti akan sangat terluka. Sejujurnya, ia adalah seorang istri yang baik. Setiap malam ia sibuk menyiapkan makan malam. Aku duduk santai di depan TV, makan malam akan segera tersedia. Lalu kami akan menonton TV sama2 atau aku akan menghidupkan komputer, membayangkan tubuh Sarah. Ini adalah hiburan bagiku.

Suatu hari berbicara dalam canda, "seandainya kita bercerai, apa yang akan kau lakukan?" Ia menatap padaku selama beberapa detik tanpa bersuara. Kenyataannya ia percaya bahwa perceraian adalah sesuatu yang sangat jauh dari bayangannya. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana ia akan menghadapi kenyataan jika tahu bahwa aku serius.

Ketika istriku mengunjungi kantorku, Sarah baru saja keluar dari ruanganku. Hampir seluruh staff menatap istriku dengan mata penuh simpati dan berusaha untuk menyembunyikan segala sesuatu selama berbicara dengannya. Ia kelihatan sedikit curiga, ia berusaha tersenyum pada bawahan2ku. Tapi aku membaca ada kelukaan di matanya. Sekali lagi,Sarah berkata padaku, "He Ning, ceraikan ia, OK?, lalu kita akan hidup bersama." Aku mengangguk. Aku tahu aku tidak boleh ragu2 lagi.

Ketika malam itu istriku menyiapkan makan malam, ku pegang tangannya, "Ada sesuatu yang harus kukatakan" Ia duduk diam dan makan tanpa bersuara. Sekali lagi aku melihat ada luka dimatanya. Tiba2 aku tidak tahu harus berkata apa. Tapi ia harus tahu kalo aku terus berpikir "aku ingin bercerai", ku ungkapkan topik ini dengan serius tapi tenang. Ia seperti tidak terpengaruh oleh kata-kataku,tapi ia bertanya secara lembut, "kenapa?". Aku menghindari pertanyaannya. Jawaban ini membuat ia sangat marah. Ia melemparkan sumpit dan berteriak kepadaku "Kamu bukan laki-laki"

Pada malam itu, kami saling membisu. Ia sedang menanggis. Aku tahu kalau ia ingin tahu apa yang telah terjadi dengan perkawinan kami. Tapi aku tidak bisa memberikan jawaban yang memuaskan sebab hatiku telah dibawa pergi oleh Sarah. Dengan perasaan yang amat bersalah, aku menuliskan surat perceraian dimana istriku memperoleh rumah, mobil dan 30% saham dari perusahaanku. Ia memandangnya sekilas dan mengoyaknya jadi beberapa bagian. Aku merasakan sakit dalam hati. Wanita yang telah 15 tahun hidup bersamaku sekarang menjadi seorang yang asing dalam hidupku. Tapi aku tidak bisa mengembalikan apa yang telah kuucapkan. Akhirnya ia menanggis dengan keras didepanku,dimana hal tersebut tidak pernah kulihat sebelumnya. Bagiku tangisannya merupakan suatu pembebasan untukku.

Ide perceraian telah menghantuiku dalam beberapa minggu ini dan sekarang sungguh2 telah terjadi. Pada larut malam, aku kembali ke rumah setelah menemui klienku. Aku melihat ia sedang menulis sesuatu. Karena capek aku segera ketiduran.

Ketika aku terbangun tengah malam, aku melihat ia masih menulis. Aku tertidur kembali. Ia menuliskan syarat-sayarat dari perceraiannya, ia tidak menginginkan apapun dariku, tapi aku harus memberikan waktu sebulan sebelum menceraikannya, dan dalam waktu sebulan itu kami harus hidup bersama seperti biasanya. Alasannya sangat sederhana, anak kami akan segera menyelesaikan pendidikannya dan liburannya adalah sebulan lagi dan ia tidak ingin anak kami melihat kehancuran rumah tangga kami. Ia menyerahkan persyaratan tersebut dan bertanya, "He Ning, apakah kamu masih ingat bagaimana aku memasuki rumah kita ketika pada hari pernikahan kita?" Pertanyaan ini tiba2 mengembalikan beberapa kenangan indah kepadaku. Aku mengangguk dan mengiyakan. "Kamu membopongku dilenganmu", katanya, :jadi aku punya sebuah permintaan yaitu kamu akan tetap membopongku pada waktu perceraian kita. Dari sekarang sampai akhir bulan ini, setiap pagi kamu harus membopongku keluar dari kamar tidur ke pintu."

Aku menerima dengan senyum. Aku tahu ia merindukan beberapa kenangan indah yang telah berlalu dan berharap perkawinannya diakhiri dengan suasana romantis. Aku memberitahu Sarah soal syarat2 perceraian dari istriku. Ia tertawa keras dan berpikir itu tidak ada gunanya. "Bagaimanapun trik yang ia lakukan, ia harus menghadapi hasil dari perceraian ini" ia mencemooh. Kata2nya membuatku merasa tidak enak. Istriku dan aku tidak mengadakan kontak badan lagi sejak kukatakan perceraian itu. Kami saling menganggap orang asing. Jadi ketika aku membopongnya di hari pertama, kami kelihatan salah tingkah. Anak kami menepuk punggung kami, "wah, papa membopong mama, mesra sekali" Kata2nya membuatku merasa sakit. Dari kamar tidur ke ruang duduk, lalu ke pintu, aku berjalan 10 meter dengan ia dalam lenganku. Ia memejamkan mata dan berkata dengan lembut, "Mari kita mulai hari ini, jangan memberitahukan pada anak kita." Aku mengangguk, merasa sedikit bimbang, aku melepaskan ia di pintu. Ia pergi menunggu bus dan aku pergi kantor. Pada hari kedua, bagi kami terasa lebih mudah. Ia merebah di dadaku, kami begitu dekat sampai2 aku bisa mencium wangi di bajunya. Aku menyadari bahwa aku telah sangat lama tidak melihat dengan mesra wanita ini. Aku melihat bahwa ia tidak muda lagi. Beberapa kerut tampak di wajahnya. Pada hari ketiga, ia berbisik kepadaku "Kebun di luar sedang dibongkar. Hati2 kalau kamu lewat sana." Hari keempat,ketika aku membangunkannya, aku merasa kalau kami masih mesra seperti sepasang suami istri dan aku masih membopong kekasihku dilenganku.Bayangan Sarah menjadi samar. Pada hari kelima dan keenam,ia masih mengingatkan aku beberapa hal, seperti dimana ia telah menyimpan baju2ku yang telah ia setrika,aku harus hati2 saat memasak dll. Aku mengangguk. Perasaan kedekatan terasa semakin erat. Aku tidak memberitahu Sarah tentang ini. Aku merasa begitu ringan membopongnya. Berharap setiap hari pergi ke kantor bisa membuatku semakin kuat. Aku berkata padanya, "kelihatannya tidaklah sulit membopongmu sekarang"

Ia sedang mencoba pakaiannya,aku sedang menunggu untuk membopongnya keluar. Ia berusaha mencoba beberapa tapi tidak bisa menemukan yang cocok. Lalu ia melihat "Semua pakaianku kebesaran", Aku tersenyum. Tapi tiba2 aku menyadarinya sebab ia semakin kurus itu sebabnya aku bisa membopongnya dengan ringan bukan disebabkan aku semakin kuat. Aku tahu ia mengubur semua kesedihannya dalam hati. Sekali lagi aku merasakan perasaan sakit. Tanpa sadar kusentuh kepalanya. Anak kami masuk pada saat itu. "Pa,sudah waktunya membopong mama keluar" Baginya, melihat papanya sedang membopong mamanya keluar menjadi bagian penting. Ia memberikan isyarat agar anak kami mendekatinya dan merangkulnya dengan erat. Aku membalikkan wajah sebab aku takut akan berubah pikiran pada detik terakhir. Aku menyangganya dilenganku, berjalan dari kamar tidur,melewati ruang duduk di teras. Tangannya memegangku secara lembut dan alami. Aku menyanggah badannya dengan kuat seperti kami kembali ke hari pernikahan kami. Tapi ia kelihatan agak pucat dan kurus, membuatku sedih.

Pada hari terakhir,ketikaaku membopongnya dilenganku, aku melangkah dengan berat. Anak kami telah perg ke sekolah. Ia berkata "sesungguhnya aku berharap kamu akan membopongku sampai tua." Aku memeluknya dengan kuat dan berkata "antara kita saling tidak menyadari bahwa kehidupan kita begitu mesra."

Aku melompat turun dari mobil. Aku takut keterlambatan akan membuat pikiranku berubah. Aku menaiki tangga. Sarah membuka pintu. Aku berkata demikian, "Maaf Sarah, aku tidak ingin bercerai. Aku serius "Ia melihat kepadaku, kaget. Ia menyentuh dahiku "Kamu tidak demam". Kutepiskan tangannya dari dahiku. "Maaf Sarah, Aku cuma bisa bilang maaf padamu, aku tidak ingin bercerai. Kehidupan rumah tanggaku membosanku disebabkan ia dan aku tidak bisa merasakan nilai2 dari kehidupan, bukan disebabkan tidak saling mencintai lagi. Sekarang aku mengerti sejak aku membopongnya masuk ke rumahku, ia telah melahirkan anakku. Aku akan menjaganya sampai tua. Jadi aku minta maaf padamu." Sarah tiba2 tersadar. Ia memberikan tamparan keras kepadaku dan menutup pintu dengan kencang dan tangisannya meledak. Aku menuruni tangga dan pergi ke kantor. Dalam perjalanan aku melewati sebuah toko bunga, ku pesan sebuah buket bunga kesayangan istriku. Penjual bertanya apa yang mesti ia tulis dalam kartu ucapan? Aku tersenyum dan menulis "Aku akan selalu membopongmu setiap pagi sampai kita tua..."

dicopy dari chinese club indonesia postingan wiwi lia




Tidak ada komentar: